Minggu, 10 Januari 2010

KOTA MATI

Bruukk…
Tas yang semula kujinjing sejak turun dari bis, kujatuhkan begitu saja dipermukaan jalanan yang sedikit berdebu. Untuk sesaat, tubuhku mematung. Mataku seakan asing menatap pemandangan yang ada didepanku, padahal seharusnya aku terbiasa dengan apa yang kulihat saat ini. Tapi, disinilah sekarang aku berdiri, di sebuah kota yang selama sekian tahun tak pernah kuusik lagi ketenangannya.
Ternyata perasaan itu masih belum hilang juga. Saat aku akhirnya kembali kesini, hatiku seperti hampa akan sesuatu. Langkah ini terasa berat, dengan pandangan yang tiba-tiba mengabur, dan… aku seperti tak mengenali segala bentuk kehidupan disini. Mungkin yang ini fakta. Para pemuda di kota ini telah banyak yang pergi merantau dan tak pernah kemabli, sehingga kota menjadi sepi. Tapi yang ini lagi hanyalah imaji. Aku tak bisa mengenali warna apapun yang ada disini. Apa aku memang punya bibit buta warna, aku juga tidak tahu. Seakan semua dalam pandanganku hanyalah hitam dan putih. Kembali timbul pertanyaan yang selama ini kuredam jauh, “Sampai kapan aku akan merasa seperti ini?”
Setelah melalui perjalanan kedua yang sedikit jauh apalagi kutempuh dengan berjalan kaki, untuk kedua kalinya, aku mematung didepan sebuah rumah putih berpagar teralis. Ternyata rumah ini sejak dulu juga tak pernah berubah, mungkin papa yang mengatur semuanya. Ia ingin saat aku pulang kemari, aku masih melihat rumah yang sama dengan taman bunga dihalaman depan yang jadi tempat favoritku menghabiskan waktu sore bersama mama disana, berbagi cerita tentang apa yang aku dan mama lewati hari itu. Tapi itu dulu, saat mama masih ada dalam keluarga kami, saat masih kutemukan senyuman mama disana. Yang kini ada hanya bayangan mama yang semakin memudar dimakan waktu yang tak pernah berhenti berputar.
“Non Airin…!” seru Pak HArun, satpam yang telah mengabdi dikeluarga kami sejak papa membangun rumah ini, dengan wajah berbinar campur kaget. Bergegas ia membukakan pintu pagar dan menyambutku.
“Akhirnya Non Airin pulang juga! Duuh… Pak Harun sudah lama sekali nggak ngeliat Non Airin. Sekarang Non Airin sudah tambah cantik ya, badannya juga… sedikit berisi…,” ungkap lelaki setengah baya itu malu-malu. Ternyata sifat periangnya masih seperti yang dulu, bisik hatiku.
“Pak Harun bisa aja,” komentarku singkat.
“Ayo Non… saya antar kedalam…,” ajaknya seraya mengambil tas yang kujinjing ditanganku.
Sambil melangkah, aku masih berpikir kalau saat ini aku sedang bermimpi kembali kesini. Rumah putih ini sempat membuatku merasa jadi manusia paling bahagia didunia. Aku punya mama dan papa yang begitu menyayangiku, dan rumah ini selalu menghadirkan rindu dihatiku untuk kembali kesini. Aku menemukan ceriaku, senyumku, dan hidupku dirumah ini. Tapi semua tak lagi setelah kepergian mama karena kanker otak yang dideritanya. Meskipun kasih sayang papa tak pernah berkurang, tapi aku tetap merasa hidupku tak sesempurna yang dulu. Dan aku memutuskan untuk kembali kesini lagi.
Nafasku sedikit tertahan saat Pak Harun mengetuk pintu, dan seraut wajah yang akrab dimataku muncul.
“Airin!!!” seru papa yang seketika itu menenggelamkan aku kedalam pelukannya.
“Akhirnya kamu pulang juga, nak…,” tutur papa pilu. Aku terdiam saja, menikmati suasana haru yang sudah kuduga pasti akan kurasakan di hari kepulanganku ini. Aku tahu papa sangat merindukanku. Berkali-kali ia memintaku untuk pulang kerumah, yang selalu kubantah dengan alasan kesibukan kuliahku. Hingga akhirnya hari ini aku pulang tanpa ia minta.
“Airin…,” sapa sebuah suara lembut. Wajah cantik Tante Lisa tersenyum padaku. Aku menghambur memeluknya, sebentar.
“Tante apa kabar?” tanyaku singkat.
“TAnte baik-baik aja kok, Rin. Yuk, masuk kedalam,” ajaknya menggamit tanganku.
Saat kaki kananku menijak lantai rumah ini, aku seperti tersihir oleh kenyataan dan kenangan. Aku nyata berada dirumah ini lagi, yang jelas-jelas tak ada satu pun yang berubah didalamnya. Tapi justru kesamaan rumah ini dari dulu sampai sekarang seolah membawaku kembali hidup dalam kenanganku. Dimana dulu, mama selalu duduk di ruang tv menunggu aku pulang dari sekolah, juga meja makan yang selalu lengkap penghuninya saat waktu dinner tiba karena aku, papa, dan mama makan bersama, dan temapt-tempat lain didalam rumah ini yang membuatku teringat semua tentang mama. Pertanyaan kedua, kembali menggaung disudut hatiku, “Apakah aku yakin akan keputusanku sekarang untuk kembali kerumah ini?”
“Istirahat dulu ya,” ujar papa singkat. Aku membalasnya dengan senyuman.
“Papa senang akhirnya kamu mau pulang juga,” timpalnya lagi.
Knop pintu diputar, dan kamarku terbuka. Tercium aroma Ambipur Lavender yang kupilih sebagai pengharum ruanganku. Tas kuletakkan begitu saja disudut kamar, lalu aku merebahkan diri diatas tempat tidurku, melemaskan seluruh oto tubuh yang semula kurasa kaku. Tanpa sengaja aku menoleh kesisi kanan tempat tidurku. Diatas meja kecil tempatku meletakkan lampu tidur, duduk manis sebuah pigura berbentuk bintang. Aku bangun, dan kuarahkan tanganku mengambil pigura itu. Serentak air mataku menetes, kenangan yang seharusnya tak akan pernah terusik, kini muncul ke permukaan hati bersama sayatan luka.
“Airin, tante boleh masuk?” panggil Tante Lisa dari balik pintu kamarku. Cepat-cepat kuhapus air mata dipipiku.
“Masuk aja, te… Nggak dikunci kok!” seruku padanya. Wanita itu tersenyum ramah.
“Ini, tante bawakan es the dan kue untuk kamu. Kamu pasti lapar dan haus setelah menempuh perjalanan jauh. Ayo, diminum dulu,” suruh tante sambil meletakkan nampan diatas meja. Ia duduk disampingku.
“Makasih ya, te…,” jawabku singkat.
Wanita itu mengalihkan pandangannya pada pigura yang kupegang. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil.
“Yudi…,” lirihnya pelan. Aku ikut memandangi foto didalam pigura yang kupegang ini. Air mataku kembali mengalir.
“Tante, apa tante masih menyalahkan aku?” tanyaku pelan. Hening singgah sesaat diantara kami.
“Dulunya… tante memang menganggap kamu bersalah atas kematiannya. Coba kalau dia nggak kangen sama kamu, dia nggak perlu pulang kesini lagi, naik pesawat sialan yang udah dipasangi bom itu, dan dia… dia nggak perlu mati!!” tutur Tante Lisa dengan sura tertahan.
“Tapi aku nggak tahu kalau semuanya akan jadi begini, Te…,” lirihku dengan tangis yang makin menjadi.
“Seandainya… tante yang ada diposisi aku…,” ujarku terputus oleh ocehan Tante Lisa lagi.
“Tante nggak terima aja waktu tahu kalau dia pulang kesini untuk menemui kamu. PAdahal kalian nggak pernah ketemu lagi sejak lulus SMA. Jadi kenapa harus kamu yang dia kangenin? Kenapa bukan tante? Toh tante ini juga mantan pacarnya waktu kami kuliah dulu. JAdi seharusnya… seharusnya dia pulang karena kangen sama tante, dan bukannya kamu Rin…,” sekali lagi Tante Lisa membuatku terpojok oleh kata-katanya. Kembali aku disalahkan olehnya, seperti 3 tahun yang lalu, dihari pemakaman Yudi, Tante Lisa mengamuk padaku didepan umum. TApi aku bersyukur karena keluarga Yudi tidak ikut-ikutan memvonisku bersalah, dan malah mereka yang berusaha melerai perang mulut diantara aku dan Tante Lisa.
“Tapi itu dulu, Rin… Setelah sekian tahun, akhirnya tante bisa terima kalau sebenarnya semua ini sudah diatur oleh Tuhan, bukan kehendak kita sendiri. Meskipun kadang masih saja tante nggak bisa terima kenyataan ini… tapi sudahlah! Yudi sekarang hanya jadi bagian dari masa lalu kita, Rin. Dan kita nggak seharusnya mengungkit-ngungkit lagi kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu,” ungkap Tante Lisa yang diakhirinya dengan helaan nafas. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri.
“Tante…,” oanggilku lembut. Wanita itu menoleh, dan kuberikan senyum terluka_ku padanya.
“Mau nggak ikut Airin dan papa jalan-jalan sore ini?” tanyaku lagi. Wanita itu tersenyum, lalu memelukku. Sudah lama aku tak merasakan pelukan sehangat ini, seperti pelukan mama. Dan kini aku benar-benar yakin kalau papa pasti bahagia bersama Tante Lisa, karena dalam diri wanita ini papa juga bisa menemukan kasih sayang mama yang dulu setia menemaninya.
***
Kunikmati setiap jengkal kota yang kutangkap dengan pandanganku. Aku seperti melihat lagi langkah-langkah kenangan aku dan Yudi yang seolah menari dengan leluasa di kota ini, mencatat sejarah tentang keberadaan kami disini dalam sebuah catatan kota tentang “kasih” dan “sayang”. Mungkin, sudah saatnya kubiarkan semua sisa mimpi yang pernah kami gantung disini, tetap bertahan disini. Aku juga tak akan mengeluh lagi tentang warna yang hanya bisa kulihat yaitu hitam dan putih saat aku kembali ke kota ini, karena kurasa kedua warna itu cukup menjadi lambang dari semua kenangan itu. Aku tak ingin bersuara lebih banyak disini, karena aku yakin selamanya suaraku akan mengering dan tak akan terdengar lagi di kota ini. Sudah saatnya, kota ini menjadi kota mati yang keberadaannya tak akan kucari lagi dihatiku. Kota, dimana aku tak bisa lagi menemukan senyum dari orang-orang yang kucintai. Kota, yang hanya jadi tempat penguburan kisah hidupku sekian tahun sebelumnya.
Ku peluk erat nisan mama yang sudah 3 tahun tak kukunjungi. Kerinduan yang tak kan tergantikan memnuhi nuraniku kembali.
“Mama, maafkan Airin ya… Airin jarang pulang nengokin mama… Airin harap mama ngerti… Airin kangen sama mama…,” lirihku pelan. Dan kami pun meninggalkan area peristirahatan terakhir setiap manusia yang hidup di bumi ini.
“Papa, tante… aku pulang besok subuh1” putusku singkat. Keduanya memandangiku sejenak, tanpa berkata apapun.
Mungkin suatu saat nanti aku akan kembali lagi ke kota ini, meskipun suatu saat itu entah berapa hari, minggu, bulan, dan tahun lagi. Setidaknya aku tahu kalau aku mengenal sebuah “kota mati” dalam hidupku, yang bisa “kuziarahi”, tanpa keinginan untuk tetap berada disana. ***

andai

saya heran dengan yang saya pikirkan
saya bingung dengan apa yang saya lihat
saya bosan
saya..................................
ingin rasanya marah, menangis meminta pertanggungjawaban tapi apa gunanya
untuk siapa saya menangis?
untuk siapa saya meminta pertanggungjawaban?
Apa untuk mereka yang tinggal di kolong jembatan tol, yang kini tak tahu akan tinggal di mana karena para penguasa yang merasa tahu segalanya telah mengusir mereka
Ataukah untuk para wakil rakyat yang sedang tidur nyenyak setelah makan uang rakyat
apakah gunanya saya meminta pertanggungjawaban wong mereka pun ndak merasa bersalah karena ndak merasa punya salah, jadi....................................siapa yang akan mulai mengakhiri semua ini
Apa tidak cukup peringatan yang diberikan oleh Tuhan..................
Apa kita belum tersadar setelah hampir semua daerah di negara ini pernah tertimpa musibah
Apa harus Tuhan memusnahkan semua makhluk dimuka bumi ini baru kita tersadar?
kemana perginya cita-cita luhur bangsa Indonesia, bangsa yang kita cintai ini yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945.
Duhai engkau yang sedang tidur nyenyak, bangunlah................mari bangkit!!!.........bangkit mari kita bersama-sama memperbaiki negeri ini, negeri yang kita cintai.
cukup!!!!!!!!!! cukup sudah semua ini, jangan ada lagi penderitaan karena kita semua sama makhluk Tuhan apa salahnya kita saling menutupi luka dan tangis saudara kita
Para penguasa kurangilah tidur karena masih banyak anak bayi yang menangis karena menggigil kedinginan di kala malam, lihatlah mereka bayi mungil nda berdosa, namun...................biarlah yang sudah terjadi, tapi....................
Tuhan kumohon satukanlah hati kami, agar ndak ada lagi rasa saling curiga yang itu akan memecah belah negara ini......................



ika, kartini kangen banget dengan suasana dulu dimana ga pernah kita dengar kata sedih anak yang menangis karena kehilangan ayahnya
ayah yang tega membunuh anaknya
guru yang tega memukul muridnya
kepala negara yang tega pergi hura-hura di saat rakyat menjerik kelaparan
ika akankah keadilan itu ada
akankah persatuan dan kesatuan bagi RI ini
akankak kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa
akankah ada rasa saling sayang di hati kita
akankah ada rasa iklas dan tulus membantu tanpa pamri maupun dipuji
ika, mohon doanya agar cita-cita itu dan impian itu terkabul semoga di bulan ramadhan ini Alllah menurunkan rahmatnya amin ya Allah

Selasa, 15 Desember 2009

impian

Dulu Ku berdoa agar selalu jadi lentera.menyinari alam raya memberikan manfaat yang nyata. Lentera akan padam bila terkena hembusan angin. Namun, lentera akan terus bersinar bila orang menginginkannya. Lentera ada karena orang membutuhkannya. Namun lentera itu ga pernah berpikir untuk membakar yang telah memadamkannya. Lentera ada untuk menyinari alam raya. Meskipun sekarang orang jarang menginginkan keberadaan lentera, bahkan banyak yang melupakan lentera. Kini ku berdoa agar aku tak pernah menjadi lentera. Aku benci menjadi lentera. Ku ingin menjadi seorang legislator. Duduk di kursi kehormatan diperebutkan oleh banyak orang. Bahkan tak jarang dianggap sebagai pahlawan hanya karena mendermakan uang di kala bencana menghantam. Legislator yang tak jarang menjadi seorang koruptor merampas, menghabiskan uang Negara namun ia tetap dipuja sebagai pahlawan. Aku tak ingin menjadi Nek Minah yang mencuri coklat tanpa pengacara langsung di penjara. Aku ingin jadi pengusaha yang meminjam uang Negara 6,7 T lalu aku lari darmawisata ke luar dunia tuk belanja berpesta pora. Aku kebal karena hukum ada pesuruhku. Pesuruh tidak akan pernah mampu memenjarakan tuannya. Lentera jangan marah bila doaku terkabul ya. Namun aku takut berbuat nista, jika rakyat bersatu bagaimana pamorku ya.. Koin untuk Prita Mulyasari. Jangankan 204 juta lebih dari itupun bisa demi menciptakan keadilan untuk sesama. Bukti bahwa rakyat perlu keadilan. “Adil” merupakan dua sisi mata pisau. Tajam di bawah menghantam rakyat lemah. Tumpul diatas memberikan kenyamanan orang atas. “Adil” hanya untuk Tuhan. Tuhan berlaku adil. Alam musnah, kehidupan manusia musnah karena bencana melanda. Ayo siapa yang memusnahkan alam siap-siaplah untuk musnah. Penguasa kami perlu Anda tapi jangan pernah berbuat nista karena sesungguhnya Anda ada karena Kami yang mengadakan Anda. Jangan ada konspirasi yang menistakan rakyat. Kami selalu berdoa agar Anda selalu berkuasa dan jayalah terus kekuasaan Anda. Cukup sudah bencana yang kami rasa.

Sabtu, 05 Juli 2008

serah terima jabatan


foto ini diambil ketika serah terima jabatan dari bem demisioner, hadidi kepada imam wahyudi presma terpilih BEM FKIP UNTAN, disaksikan oleh dekan fKIP Dr. Aswandi

cerita semiloka bersama sahabat












  • Siti, kukenal dia sewaktu ku magang di BEM (tahun 2004, aku masih semester 1). Awalnya kuanggap ia biasa saja, seorang akhwat yang selalu menjaga sikap. Berjalannya waktu ia menjadi sangat spesial bagiku. Banyak pengurus BEM yang mengakui bahwa kami berdua beda dengan yang lain. "Beda" ya kata itu awalnya sangat ku benci, tapi memang kami membawa suasana yang beda. Maklum, di FKIP yang jadi pengurus BEM rata-rata kader dari LDSI at_Tarbawi yakni Lembaga Dakwah Studi Islam at_tarbawiAku seorang yang apa adanya jika aku ga suka akukan mengungkapkannya, sebaliknya bila kusuka akukan mengekspresikan suasana hatiku tanpa kusadar hal itu sangat menggangu orang di sekitarku. Para "ikhwan" akan menjaga pandangannya bila bercakap dengan para"akhwat" begitupun sebaliknya.
  • Namun, hal itu ga terjadi pada diriku. Aku pernah mengungkapkan ketidaksukaan ku terhadap sikap mereka."Bang, kartini bicara dengan abang bukan dengan tembok, jadi abang lihat kartini bila bicara dong, kartini aja lihat abang masa abang ga menghargai kartini. kan ga sopan ga lihat lawan bicara” ujarku.“BEM kan lembaga "ammah" bukan lembaga dakwah jadi kita harus bisa menempatkan diri kita" tambahku kesal kepada ketua BEM FKIP periode 2006/2005.Aku ga tahu alasan apa yang membuat diriku berani berkata demikian…Ya mungkin keluguanku, maklum meski aku ga asing dengan dunia akahwat/ ikhwan yang ku kenal sewaktu di SMA kalaku mengikuti rohis tapi tetap aja aku ga setuju dengan cara komunikasi mereka.Kembali ke cerita awal. Siti berulang kali melamarku, sebelumnya Wapresma terpilih sudah mekamarku agar mau ngisi kursi kosong menteri RISPEN. Aku ga mau karena kursi itu makhluk khayangan yang mensetnya untukku. Aku selalu menganggap permainan mereka ga sportif. Ku menangkap rasa kekhawatiran bila kursi itu diisi oleh orang yang tak sefikih, ada rasa takut bila orang yang tak sefikih itu akan masuk dan menggeser kita. Aku merasa jika aku ambil posisi itu orang akan berfikir sama tentang diriku.
  • Setelah Siti pamit meninggalkan rumahku, sejenakku berpikir akan tawaran mereka. “Nino pantas berkarya di posisi itu, kamu memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirimu, tidak ada makhluk khayangan. Nino tahu dari siapa tentang makhluk khayangan dan siapa dia?” Tanya siti heran kepadaku.“Aku bingung harus menjawab apa yang jelas aku lihat, Presma dan Wapresma BEM FKIP Periode 2007-2008 dan 2006-2007 serta seorang kakak senior yang masih aktif walaupun ia uda menamatkan study. Mereka berkumpul di sebuah taman dekat sekre BEM FKIP, asyik berbincang dan membahas politik kampus. Sayup-sayup kudengar mereka menyebut namaku, aku marah, heran dan bingung mengapa mereka membahas politik di sekitar kampus yang itu akan di dengar oleh lawan politik” jelasku.Berat kaki melangkah, 2 Mei 2007 tepat pukul 08:00 hp ku berbunyi segera kulihat ternyata sms dari presma demisioner yang mengundangku untuk ikut berpartisipasi menyukseskan aksi 2 Mei di Tugu Digulis.
  • Dengan sedikit keraguan, kumeminta ijin untuk ikut aksi kepada ibu kandungku yang biasa kusapa mama.Seperti kuduga mama tak mengijinkan kecuali aku hanya memotret atau meliput untuk selanjunya kutulis agar dimuat di BULPEN (buletin pendidikan) BEM FKIP. Mama sering meminta agar aku berjanji ga ikut aksi, karena aku seorang anak perempuan yang diharapkan jadi tulang punggung keluarga, mama takut kejadian Syaffarudin mahasiswa POLNEP yang gugur saat aksi menimpa pada diriku.Aku senang mama sayang dan perhatian. Mama mengerti keinginanku, ia mengijinkanku berorganisasi dengan sarat kuliah ku tetap lancar.
  • Kulihat jam di hp menunjukkan pukul 09.00 wib, segera ku starter vega merahku tak lupa kuucap salam pamit. Sesampainya di sekre kudapati karton, spidol dan guntingan kertas berserakan, namun tak seorang pun kulihat di sekre tempat biasa pengurus BEM berkumpul.Tiga puluh menit kumenunggu akhirnya imam wahyudi, menteri SOSPOLAD Periode 2006-2007 datang dengan keringat bercucuran nafas terengah. Ia bertanya pada diriku kenapa tidak ikut upacara di depan rektorat untan?
  • Seketika kutersadar, hari ini tanggal 2 Mei semua pelajar Indonesia melakukan upacara dalam rangka memperingati hari pendidikan, tidak kecuali mahasiswa universitas tanjungpura melakukan hal yang sama.“Ya Allah, maafkan aku bukannya ku lupa akan jasa para pahlawan pendidikan sehingga aku sombong tidak ikut upacara tapi aku asik mendengarkan nasihat mama yang membuatku lupa waktu ya Robb, semoga seluruh amal dan semangat para pahlawan dapat menciptakan negeri ini damai dan sejahtera” pintaku dalam hati.Kar…Kartini sapa Imam memanggil diriku yang terbuai dalam lamunan.“Kenapa kamu diam? Apa kamu tahu kita akan aksi di Tugu Digulis dan besok jam 15.00 wib seluruh pengurus BEM dan DPM FKIP untan akan disumpah sebelum menjalankan amanah yang dipercayakan oleh seluruh mahasiswa FKIP? Kamu ikut kan?”Pertanyaannya seakan membuat kedua bibirku terjahit, sehinggaku binggung harus menjawab apa.“ikut aksi, ngapain aksi, hari gini aksi? Uda ga jamannya kale!!!” jawabku ketus yang aku sendiri ga ingin mendengarnya.
  • Kalo boleh jujur aku salah seorang yang sangat setuju akan aksi mahasiswa yang menentang kebijakan pemerinta yang lupa akan kewajibannya mengemban aspirasi rakyat, namun karena janjiku terhadap mama aku seakan menunjukkan sikap ga suka aksi.Waktu yang kunanti akhirnya datang. Pukul 10.00 wib, ini merupakan aksi pertama bagi diriku setelah aku hidup 21 tahun di dunia ini. Aku merasa senang, sewaktu Sang abligator meneriakan aksinya. Ku tak menyangka imam, mahasiswa Pendidikan Ekonomi dengan postur tubuh ± 158 cm dan berat badan 48 kg, memiliki suara yang lantang dan vokal menyuarakan ketidak setujuan terhadap kebijakan pemerintah.Keesokkan harinya, aksi pengurus BEM FKIP terpampang jelas di media kabar baik lokal maupun nasional. Kami tidak menyangka, banyak yang menduga kami memaksa para junior mahasiswa baru untuk ikut aksi. Itu salah besar, kami tidak pernah memaksa siapapun untuk ikut aksi karean itu hak mereka yang kami hargai.
  • Kamis (03/05/07) pukul 15.00 wib kuberanikan melangkah menuju Aula FKIP dengan almamater lengkap dan cukup rapi kuberdoa memantapkan hati untuk menerima amanah menjadi menteri RISPEN BEM FKIP.Alhamdulillah, aku sangat bersukur akhirnya pengurus BEM FKIP dapat bekerja sama dengan diriku, dan aku sangat senang berada di lingkungan baru yang sekarang sudah menjadi rumah kedua bagi diriku, sekre BEM FKIP. Komputer merupakan tempat yang kunanti dan menjadi teman setia menemaniku di saat hatiku lagi gundah ataupun ceria.Seperti biasa selesai kuliah aku langsung melangkahkan kedua kakiku ke sekre. Banyak kejadian, pengalaman dan suasana hati baik gunda maupun suka kudapati di sekre BEM FKIP. Aku mendapat banyak sahabat, saudara dan mereka juga pernah menjadi musuh sewaktu ku membenci mereka.Alhamdulililah, jika kukesal aku selalu menunjukkan kepada mereka agar mereka tahu tapi jujur hal itu kulakukan karena kutakut timbul dendam yang membuat kujauh dari mereka. Aku takut kehilangan mereka.Selasa (15/01/08) merupakan agenda besar BEM FKIP seminar sertifikasi banyak kenangan sewaktu ku dan teman-teman mempersiapkan agar seminar ini sukses.13/01/08, pukul 13.00 wib, siti, dan aku kesekre bertemu kyesi untuk selanjutnya ke tempat kanti pergi undangan bang yon koenaidi di poltekes, namun sebelumnya ku menelephon pak wartono mengundang ia untuk memjadi moderator dalam seminan tapi ia ga bisa ada agenda lain. Sesampainya di poltekes kulihat andi dan majid berpakaian rapi menjaga motor para undangan, di dalam kami melihat ada ketua LDSI at_Tarbawi, Fachri Walujan mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2004 sibuk menyiapkan makanan. Kami ga menyangka facri telaten juga menyajikan hidangan.Subhanallah, ku melihat ikhwan dan akhwat dipersatukan Allah dipelaminan mereka tampak bahagia. Pengantin pria dan wanita memakai sarung tangan agar hijab tetap terjaga ketika para undangan bersalaman dengan pengantin, suasana bahagia tergambar jelas. Seketika kuberdoa “Ya Allah, pertemukanlah aku dengan jodohku yang tepat, dapat membimbing aku lebih dekat kepada-Mu ya Robb agar imanku lebih sempurna” pintaku dalam hatiTanpa kusadar siti menegurku agar menyelesaikan makananku, ya aku jika makan memang paling lama, akhirnya nasi kutinggal. Aku menyalam pengantin wanita berbusana muslim yang sangat cantik yang membuat aku berdoa agar kelak kumenikah dengan tetap berbusana muslim.
  • Akhirnya di pintu keluar aku melihat bang hengki, banghemri yansah yang risih bersalaman dengan para undangan wanita, maklumlah mereka manis kala tersenyum dan membuat hati wanita tersipu.Aku melempar senyum sopan kepada mereka berdua, selanjutnya kami keluar menuju pakiran. Seketika kulihat bang hemri, bang hengki, imam, hadidi, andi, majid, dan abang fisika aku lupa namanya ada di pakiran. Aku tersenyum menggoda mereka “ga nyangka pejabat teras BEM FKIP UNTAN jadi tukang pakir, gal ah bang? Tapi boleh juga sich, hitung-hitung tambah uang jajan he…he….3x tawaku geli” candaku kepada mereka.
  • Yaampun, penyakit lupa menyerang kayesi ninggalin tas di motor orang. Ya Allah, kami harus kembali lagi ketempat itu menemui mereka oh tidak cape dech.Pukul di hp ku menunjukkan pukul 15.00 wib shalat ashar telah memanggil kami untuk melaksanakan ibadah ashar berjamaah di tempat kanti. Selesai shalat kami bercanda di teras menikmati dinginnya angina dan sejuknya suasana hati. Kami mempersiapkan diri untuk siaran di radio mujahidin dalam rangka mempublikasikan seminar sertifikasi.
  • Akhirnya kami tiba di radio mujahidin, melihat kemewahan tempat siaran radio subhanallah ruangannya ber-ac, bersih dan nyaman. Awalnya siaran berjalan rapi sesuai dengan persiapan namun saat kesan dan pesan aku menyampaikan salam kepada pejabat teras BEM FKIP agar tetap setia menjadi tukang pakir agar motor para undangan tidak hilang, aku menyebutkan nama mereka. Ups mereka semua tertawa, aku ga sadar itu akan membuat pejabat teras BEM FKIP malu, oh Tuhan sampaikan maaf ku pada mereka.Melalui tulisan ini, dengan kerendahan hati kumeminta maaf kepada bang hemri, hadidi, imam, majid, andi dan yang lainnya yang bertugas jadi tukang pakir he…he3x.Pukul 18.00 wib setelah shalat magrib kami bergegas ke radio suara prima. Aku tetap memaksa hadidi untuk dapat membantu kami mempublikasikan seminar ini. Akhirnya ia datang juga, seperti kuduga ia tersesat.Kanti menahan tawa sambil memandang hadidi, aku paham ia pasti menertawakan tindakanku tadi. Akhirnya kayesi menjelaskan kepada hadidi “sewaktu di mujahidin seseorang menyampaikan salam kepada pejabat teras yang sedang bertugas di poltekes dan orang itu adala…” jelasnya, seketika aku menyambar “bohong di, yang benar ada orang yang …, kayesi please ga usah dibahas sekarang ya …” pintaku.Kuyakin hadidi paham apa maksudku.(14/01/08), jam 18.00 wib kayesi, siti, dan aku pulang setelah memasuki alat tulis ke dalam map merah untuk perlengkapan semiloka.Bangmarhadi yang membeli alat tulis, dan menggandakan makalah paNgatman, kepala Diknas Provinsi Kalimantan Barat. Untuk makalah pak Zaenal hari Senin uda kami ambil dan langsung kami gandakan, sedangkan makalah Pak Aswandi ada dengan kanti seharusnya malam ini malam terakhir menggandakannya.Keesokkan harinya (15/01/08) guru datang tepat pukul 07.00 wib, kami tidak menyangka rektorat lantai 3 belum di buka karena hadidi, imama, majid, andi telat bangun maklum jam 2 masi sms mengerjakan serifikat di sekre dan kyesi, siti di rumahku mempersiapkan yang lainnya.Bangmarhadi ga menggandakan makalah berhubung ia menunggu bis kota, begitupun kanti karena ada kerasukan maka kami dilarang menggandakan makalah, namun mereka tidak memberitahu kepada kami terlebih dahulu sehingga terjadi kesalahpahaman terhadap kami.Tiba-tiba saja kanti mengundurkan diri menjadi MC sehingga aku yang menggantikan dirinya, berantakan sangat hancur aku grogi semua orang menertawakanku aku malu, hadidi menambah kusut saat memberi kata sambutan ia melakukan hal yang sama.Diakhir kegiatan bangmarhadi menyampaikan salam guru untuk kami berdua ya apalagi isinya mengkoreksi kami. “panitia gada persiapan, masa MC dan Presma grogi mana makalahnya telat dibagi”Mendengar itu aku kesal, sebelumnya aku bertengkar dengan kanti tentang penggandaan makalah dan aku ga sadar membuatnya menangis. Menangis bukan hanya kanti, akupun juga kesal hingga airmata ga dapat mengalir karena kutahan malu dilihat orang.(16/01/08) siti dan aku berjanji minum esteler dengan hadidi. Kyesi dan mnanita pun akhirnya datang. Aku tawarkan agar hadidi sms kanti tapi ia sms “oke aq yg jmpt antinya. Kan dia ndak bsa bwa mtr. Jgn kgtya…”Membaca sms itu aku hanya tertawa. Di hpku menunjukkan pukul 17.00 akhirnya perbincangan kami dimulai setelah rambutan yang dibeli oleh siti dan esteler yang tersedia di meja habis dan tawa gurau telah basi. Sebelum memulai basmalah kuucapkan terlebih dahulu aku takut akan menyakiti hati saudaraku.“aku tahu persiapan semiloka hanya 2 minggu, mulai dari persiapan proposal, pemateri ampe penggandaan makalah. Bahkan pukul 20.00 wib kyesi, siti dan aku masih menghubungi paaswandi dan pukul 22.00 wib kami baru keluar dari kediaman pak Zaenal di sui raya untuk meminta makala semiloka. Aku tahu kita buka seoarang professional tapi kenapa kita ga bisa sedikit aja menjalankan amanah kita sebaik mungkin. Jika ada masalah penggandaan makalah sebaiknya kita semua tahu dan mencari solusi bersama, ga da prasangka diantara kita.aku tahu kita semua letih dan punya amanah lain di luar organisasi ini tapi…, ehm…” jelasku kepada saudarakuAkhirnya, “dia” menjelaskan prihal kenapa ia pulang karena emang dia belum mandi dan berbenah diri, untuk spanduk karena tadi malam mati lampu sehingga tidak dipasang, untuk makalah…ya lebih baik kita berprasangka positif aja.Mbanita seorang yang sangat bijak ia memisahkan kami dari pertengkaran ini, alhamdulillah hatiku sedikit tenang setelah pertemuan tadi.Sabtu (9/01/08), setelah pelatihan pemagangan bang marhadi menteri PSDM bertanya kepada imam, kyesi, kavita dan siti tentang prilakuku yang sinismemandang bangmarhadi dan “dia” yang tidak hadir 2 hari berturut-turut dalam kegiatan BEM.Ternyata bangmarhadi ga paham kalo ku marah karena ia tidak menggandakan makalah yang diamanhkan kepadanya. Ia minta Siti agar menjelaskan masalah ini kepada aku sebenarnya ia ga bawa motor dan waktu itu pukul 17.00 wib hampir magrib dan bis uda gada lagi jika ia menunda kepulangannya selain itu ia harus pulang untuk berbuka puasa.Mendengar penjelasan Siti tersentak hatiku Ya Allah aku berdosa pada bang Marhadi. Kuberanikan diri meminta maaf kepadanya melalui sms karena jujur aku seorang pengecut yang malu meminta maaf secara langsung. Terserah apa kata orang tapi itulah aku…Mendapat balasan dari BangMarhadi dengan bahasa mandarin yang aku ga ngerti tapi ia menuliska artinya, syukurlah aku jadi lega.Kaanti, ia masih ga ngerti kalo aku marah dengannya padahal 18 Januari bangmarhadi, hadidi, kayesi, siti, kaanti, imam dan aku berkumpul membahas semua masalah yang ada ini merupakan sms dari kaanti, tapi sebelumnya aku bilang dengan kayesi kalo aku mau marah karena teman-teman uda ga pernah kesekre dan menjaga kebersihan sekre aku merasa persaudaraan kita uda longgar.
  • Aku bertemu Siti ia mengingatkanku untuk “rapat” dengan seenaknya aku berkata “ga aku mau pulang capek habis ujian ngapain rapat buang waktu aja”Ku meninggalkannya dalam kebingungan. Aku ag sanggup untuk pulang akhirnya aku mengisi lambung tengah di “kantin kite” yang memang sudah kosong dan cacing di perutku langsung kegirangan setelah aku menyantap hidangan dipiringku. Aku bertukar pikiran kepada ibu kantin yang terlihat ramah kucerita tentang hatiku yang gundah,“lebih baik kamu hadir rapat, selesaikan masalahmu dengan kepala dingin jangan menjadi pengecut” usulnya kepadakuMendengar itu hatiku marah. “Pengecut” bukan aku. Akhirnya aku datang, dan ku Tanya “Mana Ati kok ga datang kan ia yang mengundang kita, bangmarhadi mana? Tanyaku sebal.“mungkin mereka terlambat karena hujan lebat” jawab kavita dan siti kepadakuTernyata benar, kanti datang dengan busana yang lembab, begitupun bangmarhadi.
  • Tak lama kemudian kavita ijin pulang ada agenda dan kayesi datang walaupun telat 30 menit dari yang lain.Seolah hadidi tahu bahwa aku akan marah hari ini karena ia mengijinkan aku bicara setelah semuanya selesai laporan. Kesokkan harinya kayesi menjelaskan semuanya kepadaku ia yang memberi tahu kepadanya dan kedangannya tidak hadir pada hari ini bukan karena ia kesal tapi ia ada agenda lain, biarkanlah ia istirahat sejenak. Aku diam seolah mengiyakan penjelasan kayesi.Oh Tuhan maafkanlah aku karena berprasangka negative pada saudaraku, terimakasi ya Allah telah memberikan begitu banyak pengalaman dan hari-hari yang penuh warna dalam persaudaraan kami di BEM FKIP.
  • Itulah ceritaku saat mempersiapkan seminar dan lokakarya :sertifikasi guru dalam menyongsong guru yang profesional dan bermartabat.Kavita dan Rosita rekan kerja yang professional mempersiapkan konsumsi gada masalah bagi mereka.
  • Siti dan aku yang menghubungi pak Ngatman Diknas Kalbar, Borneo trbune, radio mujahidin, suara prima. Imam, hadidi, kyesi, siti, kanti dan aku yang menghubungi pakAswandi sedangkan pakZaeanl siti, kyesi dan aku. Pokoknya dimana ada siti pasti ada Aku dan kami menjadi akrab tahu sifat baik dan buruk bahkan Siti pernah tidur di kamarku, aku sangat senang dan bahagia.
    Sekian dahulu mungkin kalo ada waktu lagi aku akn bermain dan curhat di dunia maya ini. buat teman-teman yang masih bersemangat berorganisasi perlu tapi jangan lupa kuliah perhatikan akdemik jangan sepertiku yang... ya nanti dech aku cerita tentang perkuliahanku yang tidak jewlek tapi tidak cukup untuk membuat ortuku bangga karena ia menginginkanku tamat tahun ini
    (8 semester)

arti sebuah kakak


Foto ini kuambil ketika aku dan siti berkunjung ke kediaman kayaya dan kalubnna, kakaku yang paling cantik yang mengenaliku dunia organisasi. Kami datang memenuhi undangannya, ayah kayaya milad dan perpisahan ato pensiunan papa kayaya. Banyak sekali makanan dan gurauan yang tuan rumah sajikan sungguh suasana yang menyenangkan. Si kecil kembar ocha kalo ga salah nama adik kecil yang jarinya kupegang sunggu melengking suaranya, manieas senyumannya. Kayaya marah ketika aku menulis dia di borneo tribune “ kenapa kartini bilang kayaya bisa bahasa Arab dan lancar berbahasa Inggris, padahal kartini gada bertanya seperti itu, untung itu kayaya kalo yang lain pasti akan marah, jangan diulangi ya ntar kartini sakit sendiri” nasehatnya pada diriku.
kaRia Kartika, sahabat kayaya yang paling setia, dulu sewaktu di BEM FKIP di mana ada kayaya pasti ada kaRia, sungguh sahabat yang baik.

perjalanan ku ke pantai kura-kura


Sabtu (3 januari 2007) ku pamit dengan mamaku untuk mengikuti Rapat Anggota Tahunan Koperasi Mahasiswa Untan di Uray Bawadi. Pukul 11.00 wib Mutia sms aku untuk mengawani dirinya mengikuti kegiatan LDSI at_ Tarbawi. Aku sms Presma untuk ijin tidak mengikuti RAT, ia mengijinkanku.
Tiba di laboratorium Biologi, Mutia berubah fikiran tidak jadi pergi. Aku ga teriam bila aku bilang pergi maka ku harus pergi. Akhirnya aku sms Fachri ga jadi pergi dan kutitipkan jeruk untuk saudaraku di sana
Aku bersama kaRajuna pergi ke tempat Kalita. Ternyata aku pergi dengan kalita. Selama 3 jam kami akhirnya sampai ke pantai kura-kura. Ini perjalanan terjauhku dengan mengendarai motor, tak kuduga Kalita bisa ngebut juga, subhanallah akhwat ini.
Semua saudaraku menyambut kedatangan kami. Besoknya pukul 05.00 kami hiking ke bukit, aku merasa perjalan ini sungguh menyenangkan karena pada malamnya aku menerima telephon dari abangku di padang dan aku ngobrol dengan saudaranya aku senang mereka ramah dan sangat akrab menyapaku.